Minggu, 09 Maret 2008

GUS DUR, PKB DAN ACMADY

Andai saja pemilihan Gubenur Jatim masih satu tahun lagi, mungkin anda yang memasang gambar PKB dirumah anda santai – santai saja. Persoalannya pemilihan Gubenur tersisa sekitar 4 bulan lagi dan PKB belum menentukan siapa sebenarnya pasangan Achmady Calon Gubenur dari PKB. Apalagi hampir setiap hari tim – tim pasangan Calon Gubenur dari partai lain datang silih berganti kerumah anda. Mending kalau datangnya sekedar bertamu sambil menikmati secangkir kopi yang anda hidangkan. Kebanyakan mereka toh tidak datang hanya dengan tangan kosong, biasanya sambil membawa kaos bergambar pasangan Calon Gubenur disertai sebungkus rokok, bahkan kadang terselip amplop. Sementara anda melihat partai anda masih adem ayem. Nah ! anda gak lagi santai kan !

Mungkin hanya PKB partai yang paling dinamis (bahasa halusnya konflik). PKB yang pada awal berdirinya, mengaku penyokong utama gerakan Ahlus Sunnah Waljamaah, pada perjalanan berikutnya membuka ruang sebagai partai kebangsaan. Pada titik tertentu ruang ini mendominasi gerakan kepartaian PKB. Langkah ini terasa penting untuk dilakukan mengingat dominasi Golkar dan PDI.P sebagai partai terbuka. Tentu, strategi awal gerakan Ahlus Sunnah Waljamaah tidak ditinggalkan.

Sebenarnya plat form kebangsaan ini adalah implementasi dari pemikiran Gus Dur, sebagai tokoh pejuang demokrasi. Kalau misalnya tidak keliru, ini adalah awal eksprimen politik Gus Dur dalam PKB. Pada satu sisi Slogan Kebangsaan, memungkinkan masuknya orang – orang diluar NU bahkan Non Islam menjadi Orang Teras PKB. Menguntungkan memang, karena sisi ini dimungkinkan perolehan PKB akan bertambah. Tetapi pada sisi yang lain muncul sentimen politik, egoisme ke NUan dari orang – orang NU yang merasa memiliki saham terbesar di PKB. Dari sinilah perjalanan Konflik itu dimulai dan sentuhannya masih terasa sampai sekarang.

Bagaimana dengan Pemilihan Gubenur Jawa Timur ?

Entah seperti apa perasaan Achmady sekarang, jika ditensi mungkin tekanan darahnya mulai naik. Pagi, ditemani kopi tatkala mambaca Koran, pasangan calon gubenur lain sudah blusukan. Kapan aku….? Apakah sampai injury time melenggang kangkung sendiri. Sulit untuk menebak memang, tapi paling tidak kita punya keluasaan untuk menerka-nerka.

Anda mungkin tidak akan pernah mengenal Acmady, sebelum Gus Dur menyebut namanya sebagai calon Gubenur dari PKB. Achmady, adalah seorang birokrat tulen, ia memulai karier birokratnya dari bawah sampai kemudian menjadi bupati 2 periode di Mojokerto. Walau begitu popularitasnya masih jauh dibawa Soenarjo (calon gorkar), Soekarwo (calon Demokrat + PAN), Sucipto (calon PDI.P) apalagi di banding Ali Maschan Musa dan Saifullah Yusuf, bahkan lebih popular Ridwan Hisyam.

Dari berbagai analisis politik yang dilakukan oleh pakar politik, bahkan hasil dari beberapa poling, Achmady sulit mengejar popularitas calon lainnya. Ironisnya kalangan PKB, walau malu-malu mengakui hal itu. Pengakuan itu dibuktikan dengan pemberian dukungan kepada syuriah PW NU yang mencoba merayu Gus Dur agar mereposisi Achmady dengan Gus Ali Maschan, yang jika Gus Dur setuju paketnya menjadi Ali Maschan Musa Calon Gubenur, Achmady calon Wakil Gubenur.

Rayuan kalangan Kyai PW NU Jatim dan DPW PKB yang disokong oleh DPC se Jatim, bukan tanpa sebab. Dipermukaan rayuan reposisi itu dibungkus dengan “mengembalikan hubungan NU PKB” yang nanti akan bermuara pada kepentingan pemilu 2009. Sebenarnya tidak bisa dipungkiri bahwa wacana reposisi itu mencuat ketika kalangan PKB melihat sulitnya “menjual” Achmady. Sementara sebaga jawara pemilu dijatim PKB tidak ingin mengulang kekalahan Pemilihan Gubenur 5 Tahun silam.

Kenapa tetap Achmady ?

Bagi kalangan pengurus PKB Jatim, diantara keraguannya atas popularitas Achmady, alasan yang paling bisa diterima adalah karena sang pemilik saham tertinggi yaitu KH. Abdurrahman Wahid Dewa Syuro DPP PKB menfatwakan yang tertuang dalam SK DPP PKB. Tidak ada tawar menawar, tidak ada pilihan lain, pahit memang dan diantara kepahitan itu NU bisa berpaling. Keputusan itu harus dilaksanakan jika tidak, maka pilihannya adalah pembekuan. Hampir semua pengurus puncak PKB di Jatim memahami itu, artinya bahwa pengamanan keputusan dilakukan diantara bayang-bayang ketakutan dibekukan karena dianggap tidak patuh atas putusan partai

Pertanyaan yang paling menggelitik bagi anda yang cinta PKB adalah kenapa Gus Dur memilih Achmady ? terlepas alasan retorika dan formalitas, ada kemungkinan alasan lain yang menarik untuk dikaji.

Seperti kita tahu bersama Gus Dur adalah Pendekar Politik. Kepiawaiannya memainkan issu politik dan strategi politik tidak diragukan lagi. Terkadang strategi politik yang dimainkan Gus Dur akan terasa ketika prosesnya sudah berlalu. Nah, sebagai politisi yang hapal betul soal strategi, bisa saja ada sebuah eksperimen strategi politik yang sedang beliau mainkan di jatim.

Jatim sebagai pendulang suara terbesar bagi PKB mulai terancam, ini terjadi akibat konflik internal partai yang kemudian melahirkan partai baru PKNU. Kyai – kyai besar di jatim yang dulu penopang terbesar gerakan politik Gus Dur, sebagian hijrah meninggalkan beliau. Padahal tidak bisa dipungkiri kyai – kyai tersebutlah yang menciptakan ekstensi PKB di jatim. Diakui atau tidak bagi PKB ini ancaman dan dengan jeli Gus Dur melihat itu. Maka dilakukanlah berbagai hal untuk menjaga suara PKB, termasuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Paling tidak ada 2 strategi baru yang sudah dilakukan dan paling terasa di jatim, yaitu pembersihan atas pengurus yang tidak loyal / cacat masyarakat dan pembentukan Majelis Ulama Rakyat (masura).

Tentu, Gus Dur tidak bisa membiarkan berbagai hal itu berjalan tanpa tolak ukur yang jelas. Dalam rumus politik hitungan atas berpengaruhnya program partai, mutlak untuk dilakukan. Apalagi kondisi jatim yang akhir – akhir ini tidak menguntungkan bagi PKB. Maka gambaran kejelasan seberapa besar kondisi PKB di jatim begitu penting untuk selalu ditelaah. Gus Dur menangkap itu sebagai sebuah hitungan politik sebelum lebih jauh PKB berbenah untuk 2009.

Bisa jadi atas berbagai pertimbangan dan kalkulasi kondisi riil politik PKB di Jatim, Gus Dur sengaja merestui Achmady sebagai Calon Gubenur PKB. Seorang seperti Gus Dur mustahil jika tidak memahami soal popularitas Achmady. Sebaliknya justru ketidak bekenan Achmady menjadi teleskop paling tepat untuk secara riil melihat kondisi sebenarnya PKB Jatim.

DPW dan DPC PKB harus bekerja keras, menyiapkan berbagai strategi maut, bahkan memakai jurus pamungkas jika menginginkan Gubenur berada dalam tangan PKB. Ditengah calon yang kurang popular, konflik PKB yang tiada henti, konsentrasi pilihan NU yang pecah, PKB memerlukan mukjijat untuk lolos sebagai pemenang. Ini adalah persoalan yang paling serius bagi PKB. Gus Dur dengan elegant memainkan kartu penting bagi persoalan serius PKB saat ini. Jika Acmady menang yang artinya PKB lolos sebagai juara, maka berarti segala strategi DPP PKB atas Jawa Timur berjalan bagus. Tapi jika kalah, maka Gus Dur / DPP PKB mempunyai fakta angka yang mendekati kejelasan kondisi PKB Jatim.

Artinya adalah Achmady bagian strategi Gus Dur untuk menggerakkan secara maksimal mesin PKB di Jatim yang sarat sandungan. Achmady adalah solusi politik yang munjur untuk mengetahui pergerakan mesin partai. Inilah hebatnya Gus Dur. Ketika semua orang berkata jabatan gubenur di Jatim penting bagi PKB, Gus Dur justru menilai Jabatan Gubenur bukan jaminan meningkatnya suara PKB, tapi proses per proses menuju pemilihan adalah tolak ukur keberadaan partai.

Andaikan Ali Maschan Musa yang menjadi calon Gubenur, bisa saja PKB lolos menjadi juara. Tetapi angka dalam pemilihan gubenur itu tidak utuh milik PKB, karena sebagian angka itu milik Nahdiyin yang ketika pemilu bisa saja memilih partai lain.

Nah, seperti apa DPW dan DPC mampu menterjemahkan strategi yang dimainkan Gus Dur, digantungkan apakah kepentingan mereka adalah kemenangan PKB pada pemilu 2009 atau kepentingan pragmatis Pemilihan Gubenur. Mari kita saksikan bersama…..!

Tidak ada komentar: