Jumat, 15 Februari 2008

JUVE, INTER DAN UNTUNG SUROPATI

Nyonya Tua Juventus dipaksa mengubur ambisinya untuk melaju ke final Copa Italia. Adalah Mario Balotelli striker muda Inter Milan yang mengubur ambisa Juventus. Striker berusia 17 tahun berdarah Ghana ini menjelma menjadi bintang baru di pelataran Seri A. Bos bola di Italia bahkan menyamakan kemampuan Mario dengan bomber muda AC Milan Alexandre Pato. Mengamati laga perebutan tiket Final Copa Italia antara Inter Milan dengan Juventus, rasanya tidak berlebihan pujian atas Mario Balotelli. Aksi impresifnya mampu membungkam keangkeran Stadion Olimpico Turin, kandang Si Nyonya Tua.
Dengan sangat serius saya ceritakan kemampuan Mario meruntuhkan keanggeran Olimpico pada Somin, tetangga anda. Sambil menikmati secangkir kopi Somin malah bercerita keangkeran yang lain “ yang angker itu bukan Olimpico, tapi ada di Jl. Untung Suropati “ katanya. Somin menangkap ketidak mengertian saya, santai ia melanjutkan kalimatnya “ coba lihat sudah berapa bulan Tim Penataan Kaki Lima yang di bentuk PemKab belum berhasil menundukkan PKL Untung Suropati “. Ala Min Somin, soal PKL toh, wong saya ngomong bola kok di jawab PKL.
Berbagai analisis bola dari para pakar bola menjadi mentah oleh sepengkal kaliman Somin. Harus diakui dengan jujur bahwa fakta yang menarik bukan lagi pada Juve dan Inter, tetapi pergulatan pola penataan antara Tim PKL Ekskutif dan PKL (khususnya PKL Untung Suropati).
Pergulatan itu dimulai ketika PemKab yang di setujui DPRD, menawarkan konsep penataan PKL di kawasan sekitar Pasar Tanjung dan Johar Plasa, yang lebih dikenal kawasan segitiga emas (jl.samanhudi, jl.untung suropati, jl.dipenogoro, jl.pitaloka). Kawasan perdagangan terbesar di Jember ini, memang menjadi kawasan primadona bagi PKL. Setiap hari berbagai transaksi bisa mencapai angka 1 – 2 M. Masuk akal kalau kemudian PKL habis – habisan mempertahankan eksistensinya di kawasan ini.
Sebenarnya kesalahan teoritis dari persoalan PKL, terletak pada biasnya kebijakan Pemerintah. Ketika perekonomian masyarakat kecil berada pada tingkat “goyah”. Pemerintah belum atau terlambat menstabilkan kebutuhan dasar masyarakat. Ini akibat dari tidak jelasnya arah kebijakan makro ekonomi Pemerintah. Sisi lain masyarakat dihadapkan pada kebutuhan ekonomi, kesehatan, pendidikan yang tidak bisa lagi tertunda. Pada kontek ini sering kali kebijakan pemerintah bersifat intsan dan dampaknya tidak menyentuh pada kebutuhan mendasar tadi. Salah satu respons masyarakat atas kebutuhan mendasar tersebut ditunjukkan dengan misalnya berjualan diruas jalan atau ditempat2 publik lainnya. Ironisnya pemerintah bukan hanya melakukan pembiaran, tetapi melegitimasi hal itu dengan menarik retribusi.
“apapun itu nasi sudah menjadi bubur,penataan harus tetap dilakukan” Somin mengingatkan itu pada saya. Sebenarnya jika diurai lebih detail, persoalan yang muncul pada penataan lebih pada buntunya ruang negosiasi antar Tim dan PKL. Jauh ketika proses penataan berjalan, Tim sudah mensosialisasikan hari H pasar sore tgl 1 Januari 2008, artinya bahwa 31 Desember 2007 batas akhir dari seluruh proses penataan. Lepas 1 januari 2008 “petaka kecil”, kegetolan PKL untuk bertahan memaksa Tim menelan air ludah dan 1 januari berlalu tanpa pasa sore.
Dari awal PKL untung suropati begitu jeli memainkan peran. Meraka menolak konsep PemKab agar berjualan mulai jam 3 sore dan supaya rombongnya didorong. Penolakan itu tidak hanya disampaikan pada PemKab, tetapi dengan pinter mereka bawa persoalan itu pada beberapa Tokoh berpengaruh di Jember serta DPRD. Akibatnya persoalan tersebut sempat berubah menjadi persoalan publik. Dan Tim terjebak mengeluarkan energi untuk menjelaskan pada publik. Tentu, langkah PKL ini menguntungkan, karena kemudian kondisi memaksa Tim untuk tidak bersikap tegas, padahal amanah Perda No 2 Thn. 1968 tentang penataan pegadang kaki lima sangat jelas.
Memasuki injury time batas waktu, tanpa sadar Tim terjebak pada pola negosiasi yang dibangun PKL. Dari dua konsep Tim, jualan sore dan gerobak di dorong, PKL mulai melepas penolakannya atas jualan sore, dengan tetap mempertahankan gerobak tidak didorong. Bisa saja tim menganggap 1 langkah memenangkan pertarungan. Padahal sebenarnya PKL juga melempar beberapa alasan kenapa gerobaknya tidak bersedia didorong. Gerobak rusak, keamanan gerobak, dan ongkos bayar dorong gerobak adalah alasan yang dibikin realistis. Timpun kembali melayani keinginan PKL dengan menyediakan gerobak siap dorong, walau bertahap.
Mario Balotelli bukanlah satu2nya penentu lolosnya Nerazzurri (Inter Milan) pada final Coppa Italia. Kerjasama tim dan kejelian Roberto Mancini membaca kondisi pertahanan Juventus, manjadi penentu kemenangan Nerazzurri. Tanpa Buffon kondisi pertahanan si Nyonya Tua agak rentan, apalagi lemahnya stamina Guqliermo Stenderdo, Chiellini dan Legrottaglie yang bermain dibawah performance, terlihat didepan hanya Del Piero yang ambisius. Kejelian Mancini menangkap ini dengan memasangkan Mario Balotelli dan Julio Cruz didepan dibantu manchie dan camblasso ditengah. Koordinasi ditengah lapangan yang dibangun Zanetti sang kapten mampu memompa semangat tim.
Somin bertanya soal koordinasi tim penataan PKL, tidak bermaksud membandingkan tapi bentuk keterkejutan. Keterkejutan dari ego sektoral yang disadari atau tidak muncul dalam tim. Ungkapan bahwa keterlambatan penataan karena amburadurnya pemetaan areal adalah bentuk arogansi sektoral. Padahal pemetaan dilakukan oleh tim, ungkapan amburadul juga oleh tim.
Perbedaan pola pikir, jabatan jika masih mendominasi dalam tim maka yang muncul adalah perlombaan untuk dipuji atasan, bukan kerja sama menyelesaikan persoalan. Selain soliditas tim kedepan negosiasi terbatas mestinya harus dibangun dengan PKL. Sebagaimana alasan PKL bahwa rombong tidak mau didorong karena rusak, keamanan rombong dan ongkos dorong. Soliditas tim mestinya terbangun, dalam kerangka memunculkan kendali negosiasi, tidak kemudian dinegosiasi itu dengan apik dikendalikan PKL. Apapun, masyarakat menunggu reaksi Tim untuk menuntaskan penataan PKL
Amma ba’du. Sambil menghabiskan 3 gelas kopi somin bercerita. Suatu malam seorang berdoa pada Tuhan “Tuhan jika jabatan saya naik,saya berjaji akan sembeli kambing sebagai rasa syukur…” ketika suatu hari Bupati memanggilnya,ia berdoa lagi “Tuhan saya akan sembeli sapi bukan kambing” lalu ketika ia menerima surat pelantikan tanpa disebut jabatannya, tawarannya pada Tuhan dinaikkan “ 3 ekor sapi Tuhan, bukan Cuma 1 ekor”. Setelah selesai dilantik dan jabatannya naik, ia berseru pada dirinya sendiri “meskipun saya tidak sembeli sapi mana ada yang tahu…!!”. Saya bertanya pada Somin apa hubungannya dengan PKL, terkekeh kekeh somin ketawa. Nah Lho..! (By : Juf Al Lomp)
(radar jember)

Tidak ada komentar: